Hari itu adalah kuliah perdana setelah liburan yang cukup panjang. Udara pagi bersiul-siul meniup rambut saya di sepanjang perjalanan menuju kampus. Kaki-kaki mahasiswa berdentam ciptakan irama khas, sepintas gaduh namun sebenarnya tidak. Tawa mereka seperti harmonika, netralkan segala masalah. Pantaslah jika tak ada satu masalah pun yang sanggup hentikan tawa dan gurauan itu. Lagi pula, memang hanya itu kekuatan mereka untuk menghadapi dunia.
Slide power point, kasus menarik serta selingan humor telah saya siapkan untuk pertemuan perdana tersebut. Mengajar seperti berada di tengah orkestra musik klasik. Kadang memberimu semangat, namun bisa juga membuat ngantuk.
Ketika mahasiswa aktif berpendapat atau bertanya, rasanya seperti mendengarkan suara emas sami yusuf. Karena di situlah puncak keberhasilan pembelajaran. Mungkin saya seperti plato, yang agak pesimis dengan kekacauan elit politik, egosentrisnya para borjuis atau emosi kaum jelata. Hingga akhirnya hanya bisa berharap pada perubahan melalui dinding-dinding akedemia yang musiknya saya aransemen sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar