Minggu, 08 Juli 2018

RUANG UJIAN EMPAT DIMENSI

20 April 2016

Sonneratia alba (Madura: Parapat) adalah salah satu tumbuhan penguasa pantai. Buahnya mirip matahari dalam film teletubbies. Sementara akar-akar nafasnya mirip ujung-ujung tombak yang mencuat, bermunculan dari dalam lumpur pantai yang miskin udara. Menurut literatur, orang-orang Papua menggunakan akar itu untuk bahan pelampung.
Eksistensi setiap spesies pasti lengkap dengan daya hidup dan adaptasinya. Dan kita tahu sentra dari eksistensi tersebut adalah Dia, Al Hayyu - Al Qayyum.
Di bawah sengatan cahaya siang saya mengadakan UTS untuk mata kuliah Pembelajaran Berbasis Kultur Pesisir. Ujian biasanya identik dengan suasana tenang di dalam ruangan. Tapi ini beda, kita mengadakan ujian di luar, tepatnya di pantai. Di ruang empat dimensi, yaitu tiga dimensi untuk eksistensi benda ditambah satu dimensi kultural.
Setiap mahasiswa diwajibkan mengobservasi satu spesies tumbuhan, mencari tahu manfaat kulturalnya dan mengintegrasikannya dalam pembelajaran. Tidak mungkin ada yang saling menyontek atau kopas karena tugas masing-masing unik dan kontekstual. Alhamdulillah sepertinya mereka menyukai dan serius mengerjakannya.
Saya teringat pesan John Dewey, “seharusnya sekolah membuat para siswa siap menghadapi kehidupan, bukan malah memisahkan mereka dari kehidupan dan membenci atau takut terhadapnya.” Mudah-mudahan yang kita lakukan menjadi salah satu bentuk pengejawantahan pesan itu.
Ujian tidak dapat dilakukan terlalu lama. Kami berpacu dengan mendung yang datang dan sepertinya siap mencurahkan hujan. Iring-iringan motor kami membelah jalan di kawasan Saronggi Sumenep. Melaju ditemani tiupan angin pesisir yang semerdu petikan gitar arab. Saya yang nebeng pada salah seorang mahasiswa, mengamati mereka semua dengan perasaan tak tergambarkan. Semoga mereka dapat menjadi guru-guru penggerak peradaban.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar