Minggu, 08 Juli 2018

ALAM KAMI

24 April 2016

Nikmat yang begitu nyata bagi kami yang hidup di kampung adalah kentalnya persahabatan, antara manusia dan alam. Ya, begitulah yang saya rasakan. Udara, angin, tanah, sungai dan matahari masih tersenyum ramah.
Saat malam tiba, maka langit akan menampakkan wajah asli jagad raya. Ribuan bintang dan galaksi dari jarak tahunan cahaya menyapa. Mereka begitu imut, padahal sebenarnya kitalah yang sangat kecil tak berarti. Di sawah dan rimbun pepohonan, para serangga dan kodok mulai konser.
Semua itu beresonansi dengan keramaian mushalla, dimana anak-anak melantunkan ayat-ayat keagungan Allah. Melalui speaker yang tak seorangpun merasa terganggu karena menganggapnya "polusi suara."
Kampung memang lambat dalam mengikuti perubahan jaman. Tapi di rahimnya akan tumbuh anak-anak dengan kesucian hati, kejernihan berpikir dan semangat belajar. Walau akhir2 ini televisi dan game online juga mulai menebarkan racun.
Meski secara kuantitatif banyak orang kampung yang tergolong miskin, tapi sungguh mereka bukan pemalas. Cuma gaya berpikir mereka berbeda dengan orang kota.
Hidup bagi mereka adalah rentetan peristiwa sakral. Uang tetap mereka butuhkan, namun seringkali bukan yang utama dan tidak menjadi persyaratan seorang mertua terhadap calon menantu laki-lakinya.
Kampung adalah gadis yang tak hilang keperawanan walaupun berulang kali melahirkan. Saya dan keluarga benar2 bersyukur menjadi bagian di dalamnya. Kalaupun nanti harus hijrah, mudah2an kemurniannya tetap menyertai hidup kami.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar